A. Tinjauan
Teori
Schistosoma
sp. Adalah parasit dalam class Trematoda, Famili Schistomsomatidae, Genus : Schistosoma. Ukuran cacing dewasa di
dalam pembuluh darah induk semang dapat mencapai 30 mm. Tidak semua Schistosma sp. menimbulkan penyakit pada hewan dan beberapa di antaranya
hanya bersifat penumpang tanpa menimbulkan gejala klinik.
S. bovis dapat ditemukan pada vena portal dan vena
mesentricalis sapi, damba dan kambing di Afrika Timur, Afrika Tengah, Afrika
Barat, daerah Laut Tengah. Meskipun jarang, S.
bovis pernah ditemukan pada manusia.
S.japonikum dapat ditemukan pada vena
portal dan vena mesentericalis sapi, domba dan kambing di manusia ataupun hewan
(ruminansia, kuda, babi, anjing, kucing, dan rodensia). Distribusi S.japonikum meliputi Jepang, Taiwan,dan
China.
S.mekongi dapat ditemukan pada anjing
dan manusia di Cambodia dan Malaysia.
S.mattheei ditemukan pada vena portal, vena
mesentericalis, vena pada daerah saluran urogenital, perut ruminansia, bangsa
kuda, satwa primata baboon, dan rodensia di Afrika Tengah, Selatan dan Timur.
Parasit ini juga menyerang manusia, namun penyakitnya bersifat ringan.
Telur
Schistosoma sp.dikeluarkan oleh induk
semang lewat tinja. Telur menetas dalam tempo sekitar tiga minggu menjadi
miracidium. Miracidium dapat berenang dan mencari siput air tertentu sebagai
induk semang antara (intermediate host) dan membentuk sporacyst. Sebagai induk
semang antara S. Bovis adalah Bulimus
(Physopsis) africanus; BL .(P)
globosus; BL.(P) nastusus ; dan BL. (P )trunctatus.
Induk
semang S.japonikum menggunakan siput Lithoglyphopsis aperta sebagai induk semang anatara, sedangkan S.matthei menggunakan siput Bulinus spp.
Di dalam tubuh siput terjadi fase berikutnya yang disebut cercaria. Cercaria secara aktif keluar dari siput dan berenang di air mencari
induk semang definitif, yakni mamalia atau manusia.
Sumber Penular
Sumber atau resevoir parasit penyebab
schistomiasis adalah bangsa burung (terutama itik liar) dan mamalia (sapi,
kerbau, domba, kambing, kuda anjing, babi, tikus, dan kera).
Penularan
Penularan pada sapi, kuda, dan hewan lain
terjadi pada saat hewan tersebut berdiri di tepi danau atau dam, yang airnya dangkal untuk makan atau minum. Cercaria dapat menembus kulit hewan yang
utuh (tanpa luka), menjadi schistosomula,
dan terbawa lewat aliran darah ke paru-paru. Kemudian tumbuh menjadi cacing
dewasa.
Manusia
tertular penyakit dengan cara seperti pada hewan. Dengan kata lain, manusia
tidak tertular secara langsung dari hewan yang bertindak sebagai reservoir
parasit, tetapi parasit tersebut memerlukan induk semang antara (siput) menjadi bentuk cercaria.
Gejala Klinik
a. Hewan
Dikenal
dua sindroma klinik pada hewan, yakni sindroma intestinal dan sindroma hepatik.
Sindroma intestinal bersifat akut yang disebabkan oleh investasi cacing dalam
jumlah banyak, sehingga menyebabkan perdarahan pada mukosa usus halus dan
rektum. Gejala yang terlihat adalah diare, anoreksia, dehidrasi, dan penurunan
berat badan yang hebat. Gejala batuk dapat ditemukan apabila schistosomula
berimigrasi dalam jumlah besar ke paru-paru, namun hal ini jarang terjadi.
Sindroma
hepatik merupakan respon cell-mediated immunity dari induk semang akibat
investasi telur cacing di hati.
b. Manusia
Pada bentuk kutan, seperti nama umum dari
penyakit ini, yakni swimmer’s itch. Gejala klinik yang menonjol adalah timbulnya kegatalan hebat
setelah penderita berenang di danau atau di sungai.Beberapa saat kemudian
timbul papula berwarna merah bersifat terbatas dan terkadang-kadang menyeluruh
(difusa). Papula akan hilang sesaat dan digantikan oleh makula yang dikelilingi
oleh zona warna kemerah-merahan. Pada tahap ini, rasa gatal timbul lebih parah.
Pada
tahap selanjutnya, muncul vesikula.
Vesikula pecah setelah satu minggu dan meninggalkan bekas berupa
hiperpigmentasi kulit.Pada bentuk visceral gejala klinik tergantung pada darah
yang diserang parasit tersebut. Apabila parasit terdapat dalam jumlah besar di
usus, maka terjadi diare yang disertai perdarahan.
Diagnosis
Diagnosis tidak dapat didasarkan pada pemerikasaan
klinik saja karena gejala yang muncul sangat umum. Diagnosis didasarkan pada
ditemukannya telur cacing dalam tinja yang bercampur lendir atau darah. Telur
cacing juga dapat dietemukan lewat kerokan rectum( rectal scraping) . bentuk
telur cacing penyebab schistomiasis cukup spesifik karena mempunyai sebuah
“tanduk” pada salah satu ujungnya. Sejauh ini belum diketahui ada uji serologik yang relevan sebagai cara
diagnosis.
Pengendalian
dan Pencegahan
Pengendalian penyakit dalam arti penurunan
tingkat penularan dilakukan dengan jalan mengurangi populasi siput sebagai
induk semang antara parasit. Kombinasi senyawa coppersulfate dan carbonate,
sodium pentachloro dilaporkan cukup baik sebagai (mulosisida) pengontrol
populasi siput dan pengobatan pada hewan secara besar-besaran pernah dilakukan
di China karena hewan dianggap sebagai
reservoir parasit yang dapat menular ke manusia.
Frescon dan Bayluscide juga dapat diganakan
sebagai mulosisida yang baik. Pemberantasan atau eradikasi siput dalam areal
luas sulit dilakukan. Kontak antara siput dan hewan dapat dikurangi dengan pemberian
pagar sekeliling danau atau kolam air. Siput sebagai induk semang schistosoma
sp.senang hidup di air tenang atau
aliran air yang pelan. Aliran air yang deras akan mengurangi populasi siput.
Secara eksperimental, pengendalian secara
biologik menggunakan larva trematoda Echinostoma
spp sebagai predator dari larva Schistosoma sp.dalam tubuh siput cukup berhasil,
namun belum efektif di lapangan.
Vaksin terhadap S.bovis pernah dicoba pada sapi dan domba. Vaksin menggunakan schistosomula yang diinaktifasi secara
radiasi dan disuntikkan sub-kutan atau
intra-muskuler memberikan perlindungan sebesar 60%. Secara ekonomik, vaksin ini
memberikan tambahan berat badan yang nyata dibandingkan dengan hewan kontrol.
Disarankan untuk tidak mandi atau berenang di danau yang diketahui atau
mempunyai sejarah tercemar parasit
penyebab schistosomiasis.
Pengobatan
Pengobatan
pada hewan dapat dilakukan dengan praziquatel, dosis 25 mg/kg berat badan, dan
diulangi 3-5 minggu kemudian, memberikan hasil yang efektif.
Pengobatan pada orang dapat dilakukan dengan
prazikuquantel. Beberapa antelmintika pernah dicoba, misalnya dengan
niridazole, hykanthone, lucanthone, furapromidium, tetapi hasilnya tidak
sebagus dengan paraziquantel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar